Sunday, February 27, 2011

Keberhasilan dan Ketidakberhasilan


Bermula dari pertanyaan seorang teman pada saat chatting, tentang apakah teman-teman SD kami sudah berhasil sekarang. Ehmmm.... si Bebek bingung ditanya semacam itu. Memangnya apa ukuran keberhasilan seseorang? Memangnya kenapa seseorang dibilang berhasil atau tidak berhasil? Apakah standar yang menyebabkan seseorang dimasukkan ke dalam kategori "orang berhasil" sedangkan yang lain dimasukkan kategori "orang yang tidak/belum berhasil". 


Bebek pernah mendengar bahwa laki-laki mengejar "tahta, harta dan wanita". Mungkin bagi laki-laki (sebagian dari mereka, selalu ada pengecualian pastinya), memiliki karier yang bagus di perusahaan bergengsi atau memiliki bisnis sendiri yang pada akhirnya membawa mereka ke kemapanan materi (harta) untuk menghidupi keluarga, anak-anak dan beberapa istri (looh??) dapat dijadikan ukuran bahwa mereka telah berhasil dalam hidup. Lalu bagaimana dengan mereka yang hanya bekerja sebagai pegawai biasa dengan gaji yang bisa dikatakan hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (sandang-pangan-papan) dan hanya sanggup menghidupi 1-2 orang anak dengan 1 istri. Mereka akan dimasukkan ke dalam ke dalam kategori "berhasil" atau "tidak berhasil"? Yang ketiga adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang cukup atau pekerjaan yang kadang menghasilkan kadang tidak menghasilkan (cenderung menganggur), bisa yang memiliki istri dan anak atau tidak memilikinya. Apakah kita akan mengatakan mereka sebagai "orang yang tidak berhasil"? 


Bagaimana dengan ukuran bagi seorang wanita? Kurang lebih memiliki standar yang sama pastinya. Wanita zaman sekarang (sebagian) akan mengejar karier, memiliki penghasilan sendiri tanpa tergantung orang tua/suami dan setelah berumur (anggaplah) di atas 30 mereka akan memiliki 1 suami dan beberapa orang anak. 


Baiklah untuk sementara ini kita katakan bahwa ukuran keberhasilan dan ketidakberhasilan seseorang berdasarkan kepada tahta-harta-wanita/pria. Anggaplah kita menggunakan ketiga hal ini sebagai dasar penilaian. Sampai tahap mana kita akan mengatakan mereka sudah berhasil dalam ketiga hal tersebut. Sampai di mana standar batasan seseorang dikatakan sudah melewati garis batas keberhasilan itu. Apakah mereka harus mendapatkan ketiganya atau mendapatkan salah satu sudah termasuk berhasil. 


Ehmmm.... mari kita lihat satu-persatu. 


(1) Tahta 
Yang dimaksud si Bebek dengan "tahta" di sini sebenarnya lebih ke karier atau jenis pekerjaan yang dipilih seseorang. Hahaha, bukan benar-benar kekuasaan atau bertahta sebagai raja. Pilihan karier seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan berhasil? Pekerjaan dengan penghasilan besar? Ehmm... dokter, insinyur, pekerjaan di bidang IT, pengusaha, artis, trader, dsb dsb. Pekerjaan di dalam kantor yang sejuk dengan AC, di depan komputer dengan secangkir kopi hangat, berpakaian rapi, kemeja dengan dasi dan sepatu kulit mengkilap atau pekerjaan di lapangan dengan cuaca terik yang penuh tantangan? Mana yang lebih dianggap berhasil? Atau seorang sales yang harus menawarkan barang-barang dari satu tempat ke tempat lain. Bagaimana seorang pemulung barang-barang plastik dan kardus atau seorang sopir angkutan umum yang harus mengejar setoran? Atau seorang trader di dalam kamar dengan segelas es teh atau kopi hangat yang dibuat di dapur sendiri, mengeksekusi transaksinya dari laptop dengan masih bercelana pendek - kaos atau malahan masih berpiyama. Dan ada banyak contoh lain yang masing-masing berbeda, dengan demikian yang mana yang lebih berhasil dan mana yang tidak berhasil?


(2)Harta 
Apakah ada "angka" untuk menentukan keberhasilan di bidang ini? Memiliki 1 juta USD misalnya atau 1 milyar rupiah. Atau memiliki gaji dengan 7-8-9 digit per bulan. Ataukan keberhasilannya ditentukan apabila dia sudah bisa merasa memiliki penghasilan cukup? 
Berdasarkan yang diketahui si Bebek (mungkin ada juga yang tidak seperti ini, yaaa manusia memiliki karakter yang berbeda, itulah yang menarik, haha..), pada saat kita memiliki penghasilan Rp 1,000,000 per bulan, kita akan menyesuaikan pengeluaran dengan penghasilan. Katakanlah dengan penghasilan sekian seseorang (umumnya) akan berangkat kerja ke tempat kerjanya dengan angkutan umum, minum kopi dan makan di warteg dengan lauk tempe-tahu-sayur, memiliki HP dengan harga 5 digit (mungkin), dia mungkin masih akan tinggal di rumah orang tuanya atau kost/kontak kamar kecil.
Sekarang orang yang sama, karena kerja kerasnya berhasil mendapatkan kenaikan gaji sekarang dia berpenghasilan Rp 1,000,000 - Rp 2,000,000. Dengan kelebihan penghasilan dari sebelumnya dia akan membeli motor secara kredit, sekarang dia berangkat kerja dengan motor, mungkin dia akan sedikit lebih sering makan dengan lauk ikan/daging. 
Sekarang kita lihat orang yang memiliki penghasilan antara Rp 3,000,000 - Rp 5,000,000, kebutuhannya akan bertambah lagi, dia mungkin akan berpikir untuk membeli mobil secara kredit, rumah tipe kecil, jalan-jalan ke luar negeri dengan tiket promo, makan di restoran, minum kopi di cafe. 
Begitu seterusnya dengan bertambahnya penghasilan, daftar keinginan juga bertambah. Lalu sampai batas mana seseorang dianggap sudah berhasil? Sampai dia bisa memenuhi semua keinginannya? Kita tahu bahwa keinginan manusia tidak akan pernah berhenti. 


(3) Pasangan 
Memiliki pria/wanita di sisi. Berapa banyak? 
Apa yang membuat seseorang dikatakan berhasil dalam masalah pasangan ini? Kualitas pasangan atau kuantitas pasangan? 
Pasangan yang seperti apa? Memiliki suami yang tampan dengan tubuh kekar six-pack atau istri cantik, putih, langsing semampai dengan rambut seperti di iklan shampoo dan body seperti biola? 
Atau seorang suami/istri yang kaya berkelimpahan materi, seseorang yang terpelajar dengan karier masa depan menjanjikan? 
Yang mana yang membuat mereka dikatakan "berhasil" dalam mencari pasangan hidup. Pertanyaan selanjutnya setelah mendapatkan bagaimana? Bertemu-tertarik-saling mengenal-menikah-lalu? Sampai mana yang dikatakan berhasil? Sampai berhasil menikahi atau sampai berhasil bertahan saling menyayangi hingga kakek-nenek? Bagaimana dengan mereka yang memang memutuskan lebih suka menjalani hidup sendiri tanpa pasangan? Apakah kita akan mengatakan dia tidak berhasil? 


Ataukah untuk menilainya kita perlu memasukkan mereka ke dalam kelompok-kelompok yang satu tingkatan. Misalnya seorang dengan tingkat pendidikan A di bidang B seharusnya dikatakan berhasil apabila dia berhasil mendapatkan pekerjaan tertentu dan penghasilan sekian dengan 1 orang istri. 


(Rasanya) Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab oleh satu-dua orang. Dan tentu saja setiap orang akan memiliki pendapat berbeda tentang setiap pertanyaannya. Setiap orang punya standar sendiri mengenai keberhasilan dirinya sendiri. 


Bagaimana kalau kita tambahkan kata "kebahagiaan" dalam masalah berhasil-tidak berhasil ini. 
Si X memiliki perusahaan sendiri, 3 orang istri yang cantik dan saham-saham yang harganya terus naik. Istri pertamanya orang yang selalu cemburu dengan istri-istri muda suaminya dan selalu cemberut dan marah-marah tiap kali suaminya di rumah. 2 orang istri mudanya  selalu tersenyum dan pandai menyenangkan hati si suami, tentu saja dengan hobi shopping yang gila-gilaan dan dandanan yang selalu seksi (hihihi...) dan anak yang harus masuk panti rehabilitasi ketergantungan narkoba. 
Si Y bekerja di sebuah perusahaan sebagai manager dengan penghasilan belasan juta per bulan dan bonus tahunan yang bisa membeli sebuah mobil. Tapi dia bertampang culun, gugup setiap kali berbicara dengan lawan jenis, lebih sering berhadapan dengan pekerjaan daripada bersosialisasi dengan lingkungan, sehingga tidak bisa mendapatkan pasangan. 
Si Z bekerja sebagai karyawan biasa dengan gaji di bawah 5 juta, memiliki 1 istri yang berwajah biasa-biasa saja yang juga bekerja, memiliki 2 orang anak yang masih perlu banyak biaya. Juga masih memiliki kredit rumah selama 15 tahun dan selalu harus berkutat dengan masalah kebutuhan sehari-hari-kredit-pendidikan anak-tabungan. 


Siapa yang lebih berbahagia? Siapa yang akan dikatakan berhasil? Siapa yang dikatakan tidak berhasil?


Kalau si Bebek boleh menjawab pertanyaan ini, jawabannya adalah mereka semua memiliki kesempatan yang sama untuk berbahagia, semuanya sama-sama berhasil tergantung dari sisi mana yang mereka lihat dalam hidup mereka sendiri. Kita (mungkin) sudah berhasil kalau kita berpikir kita sudah berhasil. Dan kita belum berhasil selama kita masih melihat dan membandingkan diri kita dengan orang lain. Mungkin orang lain memiliki karier yang kelihatan menjanjikan, memiliki gaji 2-3 kali lipat daripada kita, dan memiliki pasangan yang cantik/tampan. Sedangkan kita memiliki gaji yang cenderung pas, karier yang sepertinya kelihatan tidak keren (hahaha...), dan memiliki kesulitan menemukan pasangan atau memiliki pasangan yang kok juga biasa-biasa saja. Hahahaha... Tapi sikap kita yang menentukan, atau lebih tepatnya memilih, apakah kita memilih untuk berbahagia dengan keberhasilan kita atau memilih untuk mengeluh dengan semua kekurangan yang kita miliki? Setiap orang memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam menentukan apakah dirinya berhasil atau tidak, tanpa perlu peduli dengan anggapan orang-orang di sekeliling mereka. Hal inilah yang sulit, hahaha, secara sadar atau tidak (pada umumnya) kita memiliki kecenderungan membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain. 


Bagaimana dengan si Bebek sendiri? Apakah dia berpikir sudah berhasil? Jawabnya adalah: "belum, dia masih akan berusaha, dia mensyukuri apa yang dimilikinya sekarang, tapi masih belum puas dengan keberhasilan hidupnya" ^^; 

5 comments:

  1. how about me? gak berpenghasilan, blom nikah pula neh :p gw gak masuk ukuran2 di atas :(

    ReplyDelete
  2. Ga penghasilan cuma sementara kan. Belum nikah bukan berarti ga punya pasangan. :-p

    ReplyDelete
  3. jangan curhat gitu tie, kena juga yang disini

    ReplyDelete
  4. Wew. ada Santos. Follow dong. Hihihi...

    ReplyDelete
  5. ehh santos..selamat bergabung dengan jojoba club :p

    ReplyDelete