Friday, March 4, 2011

Anak Bebek Tersayang

Anak Bebek Tersayang
Di tengah hujan deras, Pak Guru menemukan seekor Anak Bebek yang sedang menangis sendirian. Ternyata si Anak Bebek kehilangan induknya dan tersesat di tengah jalan. Pak Guru merasa kasihan melihat keadaan si Anak Bebek sehingga memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah. Dengan harapan, semoga Pak Guru bisa menjual Anak Bebek dengan harga mahal. Ya… Pak Guru memang orang yang sangat mementingkan uang. Dalam perjalanan membawa pulang bebek yang sebatang kara, Pak Guru mempertimbangkan apakah sebaiknya si Anak Bebek dipotong saja untuk makan malam nanti. Pak Guru berpikir-pikir untuk membuat bebek goreng atau bebek bakar nanti malam. Semakin membayangkan daging bebek yang lezat, perut Pak Guru semakin berkeriuk keras. Namun Pak  Guru melihat badan si Anak Bebek yang kurus dan kecil, walaupun dipotong nanti malam, daging bebek tidak akan cukup untuk mengenyangkan perut Pak Guru. Lagipula, si Anak bebek dalam keadaan basah kuyup kehujanan, badannya menggigil kedinginan, mau tidak mau Pak Guru merasa iba melihatnya. Ternyata dalam hati Pak Guru masih ada rasa belas kasihan, Pak Guru memeluk erat-erat Anak Bebek yang malang.
Dalam pelukan Pak Guru, Anak Bebek yang sedang kebingungan karena tidak tahu di mana induknya berada, merasa sangat nyaman. Anak Bebek tidak lagi peduli dengan bahaya yang mungkin akan muncul nanti. Dulu Anak Bebek pernah dinasehati supaya tidak berbicara atau pergi bersama dengan manusia asing. Tapi saat itu Anak Bebek tidak mau peduli dengan nasib dirinya, karena tidak ada lagi yang lebih ditakuti Anak Bebek daripada berada di tengah hujan sendirian. Anak Bebek sudah lelah menangis dan berlari mencari induknya. Anak Bebek sudah berhari-hari tidak bisa tidur dan makan. Karena perasaan hangat dalam pelukan Pak Guru, Anak Bebek merasa nyaman, hingga dapat tertidur nyenyak.
Saat Anak Bebek terbangun, ternyata Ia sudah berada di rumah Pak Guru. Dalam hati Pak Guru merasa kesal, karena si Anak Bebek dengan seenaknya tertidur dalam gendongan Pak Guru, ditambah lagi Pak Guru harus berbagi tempat tidurnya yang sempit dengan si Anak Bebek. Setelah Anak Bebek terbangun, Pak Guru juga harus berbagi makan malamnya yang seada-adanya dengan Anak Bebek. Anak Bebek yang tidak tahu perasaan Pak Guru malahan merasa senang dengan kebersamaan mereka.
Karena kesal, kadang-kadang Pak Guru gemar menyiksa Anak Bebek. Misalnya, pada suatu hari Pak Guru bertanya, “Sudah mandi, Bek?”
“Belum,” jawab si Anak Bebek. Pak guru lalu berkata, “Bek, mau dimasakkan air panas?” Anak Bebek yang merasa Pak Guru sangat perhatian, menjawab dengan bersemangat, “mauuu…”
Pak guru lalu memasak sepanci air, sambil menunggu airnya panas, Pak Guru berkata kepada Anak Bebek, “Lama ya, Bek? Daripada menunggu, lebih baik Bebek masuk ke dalam panci saja.” Anak Bebek mengangguk senang. Maka Pak Guru pun memasukkan Anak Bebek ke dalam panci sambil merebusnya. Air di dalam panci makin lama makin panas, Anak Bebek belum juga menyadari bahaya yang berada tepat di depan matanya. Fiuuuhh, kadang Anak Bebek memang terlalu lugu. Beruntung bagi si Bebek, sebelum air di dalam panci mendidih, datang teman-teman Pak Guru. Pak Guru dengan setengah hati berkata, “mandinya sudah dulu ya, Bek. Pak Guru sedang sibuk.”
Sehabis mandi di dalam panci sambil direbus, Anak Bebek merasa sangat segar. Air hangat memang membuat badan Bebek terasa rileks. Sedangkan Pak Guru dalam hati merasa geli, melihat betapa mudahnya si Anak Bebek dibodohi dengan sepanci air hangat. Karena sedang ada teman-temannya Pak Guru menahan diri untuk tidak tertawa berguling-guling. Pak Guru mempunyai 3 orang teman baik, mereka adalah si Koki yang super sadis, si Petani yang baik hati dan si Pujangga yang romantis. Karena teman-teman Pak Guru sering datang bertamu ke rumah, Anak Bebek pun mengenal mereka semua. Walaupun kadang-kadang Anak Bebek merasa takut, terutama dengan si Koki yang kadang-kadang gemar menyiksa dan sering melihat Anak Bebek sambil meneteskan air liur. Pernah suatu kali, Anak Bebek secara tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka, ternyata Koki baru saja menguliti seekor ayam. Anak Bebek semakin gemetar ketakutan. Namun ketakutan si Anak bebek tidak pernah terbukti, karena mereka sangat baik kepada Anak Bebek. Mereka juga sering membawakan makanan kesukaan Anak Bebek, Pak Guru mengatakan supaya cepat gemuk, Anak Bebek harus makan yang banyak.  Pak Guru juga menasehati teman-temannya agar tidak menakut-nakuti Anak Bebek, sehingga Anak Bebek tidak stress.
Begitulah hari demi hari berlalu, Anak Bebek tinggal bersama Pak Guru. Sambil sekali dua kali sehari menyiksa Anak Bebek. Setiap hari sebelum pergi kerja dan sesudah pulang kerja Pak Guru selalu bertanya, “sudah makan, Bek?” Si Bebek terus saja merasa Pak Guru sangat memperhatikan dirinya. Pak Guru juga sering memaksa Bebek makan pisang. Pak Guru sering mendapatkan kiriman pisang gratis dari si Petani, Pak Guru tidak bisa menolak makanan gratis yang dikirimkan temannya, lumayan untuk cadangan makanan pada saat gaji si Pak Guru telat dibayar. Akibat sampingannya, di rumah Pak Guru ada segunung pisang kiriman si Petani. Pak Guru sering menyiksa Anak Bebek untuk makan pisang, padahal Bebek tidak suka, tapi Pak Guru mengatakan Anak Bebek harus makan pisang supaya cepat pintar.
Pada suatu malam, Pak Guru sedang membaca buku cerita, Anak Bebek seperti biasa, duduk dipangkuannya untuk menemani Pak Guru. Setelah membaca tentang Bebek yang bisa bertelur emas, Pak Guru berkeluh kesan, “Bek, bek, kamu bisa bertelur emas? Kalau bisa asyik ya? Pak Guru bisa menjual sebutir telur emas setiap hari, tidak perlu lagi bekerja seumur hidup. Hahaha… Kalau Bebek bisa bertelur emas, Pak Guru tidak akan potong Anak Bebek seperti di cerita ini, Pak Guru akan merawat Bebek dengan baik selamanya.”
Anak Bebek terpana mendengar ucapan Pak Guru, Ia baru pertama kali ini mendengar ada bebek yang bisa bertelur emas. Lagi pula Anak Bebek tidak pernah bertelur, tidak tahu apakah telur Anak Bebek nanti emas atau bukan.
“Pak guru… ehmmm…,” tanya Anak Bebek. Pak guru menjawab, “ya, ada apa, Bek?” Anak Bebek berkata dengan malu-malu, “Bagaimana caranya supaya Bebek bisa bertelur emas?”
Pak Guru menggaruk-garuk rambutnya sambil tertawa, “wah, kalau itu Pak Guru tidak tahu, kan Pak Guru bukan bebek, Pak Guru manusia, tidak bisa bertelur. Kita baca cerita lain saja yuk, Bek. Nah ini ada lagi cerita tentang ‘Itik Buruk Rupa’, sudah pernah dengar, Bek?”
“Belum,” jawab Anak Bebek. Sejak saat itu, Pak Guru sering sekali membacakan cerita-cerita untuk Anak Bebek. Setiap malam, Anak Bebek tertidur setelah dibacakan cerita oleh Pak Guru. Anak Bebek paling suka dengan cerita ‘Bebek yang bertelur emas’ dan ‘Itik Buruk Rupa’. Anak Bebek berharap suatu saat bisa membalas kebaikan hati Pak Guru, memberikan Pak Guru sebutir telur emas dan berharap bersama Pak Guru selamanya.
Setiap kali mendengarkan cerita dari Pak Guru, Anak Bebek selalu bertanya berbagai hal yang menurut Bebek sangat membingungkan. Misalnya saja, “Pak Guru, memangnya itik suatu saat bisa berubah menjadi angsa? Bebek bisa berubah jadi angsa juga?”
Pak Guru menjawab, “Mungkin saja, Bek. Di dunia ini semua hal mungkin. Coba kamu makan pisang yang banyak, siapa tahu nanti bisa jadi angsa. Memangnya Bebek mau jadi angsa?” Anak Bebek dengan sepenuh hati mempercayai Pak Guru. Walau tak suka makan pisang, Anak Bebek memaksakan diri makan pisang setiap hari. Dengan harapan suatu saat Anak Bebek akan berubah menjadi seekor angsa yang cantik.
Karena sering dibacakan cerita dongeng, Anak Bebek jadi gemar melamun. Dia memikirkan banyak hal. Bebek berkhayal suatu saat akan bisa bertelur emas untuk membahagiakan Pak Guru, di kemudian hari dia berkhayal akan ada seorang peri yang mengubah Anak Bebek menjadi seekor angsa yang cantik. Padahal seumur hidupnya Bebek belum pernah melihat angsa, tidak tahu bagaimana bentuk angsa yang cantik. Kadang Bebek juga berjuga berkhayal bisa berubah menjadi seorang manusia seperti Pak guru, dia berpikir-pikir mungkin akan ada nenek sihir yang menawarkan ramuan ajaib yang bisa mengubah Bebek menjadi manusia ditukarkan dengan suara bebek. Bebek juga ingin mengikuti pesta dansa di istana, memakai sepatu kaca, bertemu dengan seorang pangeran tampan yang akan menikahi Anak Bebek. Bebek melamun dan terus melamun.
Setelah beberapa saat tinggal bersama dengan Pak Guru, pada suatu ketika Pak Guru mendapatkan tugas dinas ke Ibukota. Pak Guru sangat sangat khawatir si Anak Bebek akan kabur atau mati kelaparan saat Pak Guru sedang pergi selama satu minggu. Pak Guru menatap wajah si Anak Bebek yang lugu dan agak-agak oon. “Aduh, bagaimana kalau si Bebek kabur nih?” pikir Pak Guru. “Bisa-bisa rencana menjual Bebek gemuk jadi gagal.”
Maka Pak Guru pun berniat menitipkan Anak Bebek ke rumah temannya. Pada awalnya Pak Guru berniat meminta tolong pada Koki, tapi Pak Guru tahu Koki sedang sibuk melakukan eksperimen-eksperimen aneh, akhir-akhir ini Bebek mendengar bahwa Koki sedang berambisi menciptakan sushi jenis baru. Anak bebek tak terlalu tahu apa yang dimaksud Koki dengan sushi, jadi Anak Bebek hanya bengong saat Koki menceritakan ambisinya dulu. Tapi Pak Guru sepertinya tahu apa yang dimaksud dengan sushi. Maka Pak Guru tidak jadi menitipkan Anak Bebek ke Koki. Ia mengantar Anak Bebek ke rumah si Petani, ia meminta Petani menjaga si Anak Bebek selama dia berada di Ibukota. Anak Bebek senang bersama Petani, karena Petani selalu memperlakukan Anak Bebek dengan baik. Tidak seperti Pak Guru dan Koki yang kadang-kadang mengatakan hal-hal yang tidak Bebek mengerti dan mempunyai aura yang membuat bulu-bulu Bebek merinding. Petani selalu sangat sangat baik pada Bebek. Tapi Petani mempunyai perkebunan pisang yang sangat luas, Bebek tak suka makan pisang setiap hari.
Sebenarnya Anak Bebek tak terlalu mengerti kenapa Pak Guru harus pergi, dan Bebek tak tahu berapa lama Pak Guru akan pergi. Anak Bebek berusaha bersabar menunggu Pak Guru bersama Petani. Ternyata pekerjaan Petani sangat sibuk. Petani pergi pagi-pagi sekali untuk memeriksa perkebunan pisangnya dan baru pulang saat malam hari. Anak Bebek sendirian hampir sepanjang waktu.
Kadang-kadang saat sedang bosan sendirian, Anak Bebek berjalan-jalan keluar sambil menikmati hangatnya sinar matahari. Perasaan Anak Bebek terasa lebih lega saat dia berjalan-jalan di luar. Saat Anak Bebek tiba di tepi sungai, Ia bertemu dengan Pujangga yang sedang duduk merenung di bawah sebatang pohon. Anak Bebek berjalan menghampiri Pujangga dan ikut duduk di sebatang pohon.
“Eh, ada si Bebek,” kata si Pujangga ketika akhirnya dia berhenti melamun dan melihat si Anak Bebek. Pujangga mencomot si Anak Bebek dan menaruhnya di atas bahu. Sambil bertengger di atas bahu Pujangga, Bebek bercerita tanpa henti tanpa titik dan koma. Sampai akhirnya si Pujangga merasa kesal dengan bunyi “kwak kwek” di samping telinganya. Ia berkata dengan sadis, “Bek, kamu cerewet sekali sih. Kalau tak mau diam, nanti aku lempar ke sungai ya. Biar si Bebek tenggelam. Aku ini sedang melamun, jangan ganggu ah.”
Anak Bebek langsung mengatupkan kedua paruhnya rapat-rapat. Tapi dasar si Bebek, Ia selalu sok tahu dan tak pernah tahan berdiam diri walau 1 menit pun. Bebek langsung bertanya kepada Pujangga, “Jang, sedang melamunkan apa?”
Pujangga mencomot si Bebek dan berpura-pura ingin melemparnya ke sungai. Si Anak Bebek terkaget-kaget hingga berteriak dengan keras, “kweeeek”. Melihat tampang si Bebek yang pucat pasi, si Pujangga tertawa terbahak-bahak, hampir saja Ia terguling ke sungai gara-gara tertawa. Setelah selesai tertawa dan si Bebek berhasil menenangkan diri setelah Ia yakin jantungnya takkan melompat keluar, Pujangga berkata lagi, “Aku ini sedang mencari inspirasi, Bek. Aku ingin menciptakan sebuah syair, maha karya yang akan membuat seseorang terharu begitu mendengarnya. Hehe…”
Si Bebek melihat wajah si Pujangga menjadi bersemu merah. Anak Bebek tak mengerti kata “inspirasi dan maha karya”, tapi Ia jadi ingin tersenyum melihat si Pujangga begitu lucuuu dan imut. Maka hari itu seharian Anak Bebek mendengarkan cerita-cerita Pujangga, hingga malam menjelang, Anak Bebek lupa pulang ke rumah si Petani. Dia terus saja di pinggir sungai mendengarkan puisi-puisi si Pujangga. Semua kata-kata yang keluar dari mulut Pujangga terdengar merdu. Bebek jadi ingin bisa berkata-kata seperti Pujangga.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara memanggil-manggil, “Beeeeek, ooiyy, Beeeek di mana si Bebeeeeek?” Walah si Anak Bebek terkaget-kaget, ternyata hari sudah sedemikian malam, dan karena Anak Bebek tidak pulang-pulang, Petani berkeliling desa mencari Bebek. “kweeek, kweeeek,” Anak Bebek menjawab. “Aaah, ketemu,” Petani merasa lega. Sejak tadi Petani merasa sangat cemas, khawatir Anak Bebek diambil orang untuk dijual. Petani bingung bagaimana cara menjelaskan ke Pak Guru kalau Anak Bebek sampai hilang. Anak Bebek berpamitan dengan si Pujangga, melambaikan tangannya berkali-kali. Sambil berjalan di belakang si Petani, Anak Bebek melihat, pakaian Petani basah oleh keringat, dia jadi merasa bersalah karena sudah membuat Petani lelah mencari-cari dirinya. Dia merasa malu dan kesal pada dirinya sendiri mengapa sampai lupa waktu pulang. Tapi si Petani tidak marah sedikit pun. Bagi Anak Bebek, akan lebih baik bila Petani memarahinya atau melemparnya ke sungai. Ugh. Padahal besok pagi-pagi sekali Petani sudah harus berangkat ke ladang lagi. Betapa tidak tahu dirinya si Bebek.
Sampai di rumah Petani, Anak Bebek malah diberi makanan enak, tapi si Bebek sedang tidak nafsu makan, maka disuruh tidur lebih dulu. Tapi malam itu tidur Anak Bebek gelisah, dia merasa bersalah kepada Petani, juga merasa tidak tenang. Anak Bebek berguling-guling di tempat tidur. Karena si Anak Bebek belum juga tidur, maka Petani menyanyikan lagu ninabobo untuk si Anak Bebek. Suara Petani tidak terlalu merdu, tapi membuat perasaan Anak Bebek nyaman dan segera tertidur.
Esok harinya, Anak Bebek memutuskan untuk ikut Petani ke ladang saja. Dia melihat pekerjaan Petani yang super sibuk. Dan terkagum-kagum karena si Petani bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan Bebek. Petani tahu pisang mana yang sudah waktunya dipanen mana yang belum. Padahal menurut si Bebek, semuanya kelihatan seperti pisang saja. Hoooo, dia seharian mengikuti si Petani ke sana kemari. Bertepuk tangan kalau menurutnya Petani melakukan hal-hal yang keren. Anak Bebek juga baru menyadari ternyata Petani memiliki senyum yang manis. Kadang dia tersenyum malu-malu, kadang tersenyum dengan ramah. Malam itu si Anak Bebek terkenang-kenang dengan senyum manis Petani. Dia berusaha mengingat kehangatan senyum Petani di dalam otak kecilnya.
Pada saat Pak Guru yang dirindukan si Anak Bebek pulang kampung, ternyata Pak guru membawa manusia lain. Pak guru memutuskan untuk mengajak Neneknya tinggal bersama. Awalnya Anak Bebek tidak suka dengan keberadaan si Nenek. Dia merebut perhatian Pak guru untuk si Anak Bebek. Anak Bebek takut Pak guru tidak lagi menyayangi dan memperhatikannya. Anak Bebek mulai manyun terus menerus. Tapi Nenek sangat baik kepada Bebek. Nenek juga memperhatikan Bebek seperti Pak guru. Karena ada Nenek, Pak guru juga jadi tidak sering lagi menyiksa Anak Bebek. Pada saat Pak guru sedang bekerja, Nenek menggantikan Pak guru bercerita kepada Anak Bebek. Nenek sangat menyayangi Pak guru dengan setulus hati, padahal dulu Bebek berpikir tidak ada orang yang bisa sayang Pak guru lebih daripada Anak Bebek.
Hari berganti hari, kegiatan Anak Bebek selalu sama. Dia mengobrol dengan Pak guru, mendengarkan cerita Nenek, mengeluh dengan Pujangga dan Koki, kadang ikut melihat ladang Petani. Kalau tidak sedang melakukan hal-hal itu dia mulai bengong. Anak Bebek bengong seharian. Anak Bebek merasa tidak bisa melakukan apapun. Dia mulai merasa tidak berguna. Dia merasa ada yang salah. Anak Bebek ingin berada di posisi yang sama dengan mereka, tapi kenyataannya Anak Bebek membutuhkan keberadaan mereka lebih besar daripada mereka membutuhkan keberadaan Anak Bebek. Anak Bebek ingin menjadi lebih kuat dari sekarang. Dia menyadari dirinya hanya ‘bebek’, bagaimana pun dia ingin menjadi manusia, dia tidak bisa. Dia bebek, bukan angsa. Anak Bebek tidak bisa bertelur emas, tidak bisa melakukan hal-hal gaib, tidak bisa mengikuti pesta dansa (entah apapun maksudnya dengan pesta dansa), tidak bisa memakai sepatu kaca, dan dia mulai merasa sedih. Anak Bebek berpikir-pikir hal yang bisa dia lakukan. Dia mulai sering jalan-jalan sambil bengong. Tidak terpikirkan apapun. Anak bebek begitu kecil. Tak berarti. Anak Bebek ingin menjadi bebek yang lebih berguna. Tapi Anak Bebek begitu egois, dia menginginkan kebahagiaannya sendiri, tidak peduli dengan kebahagiaan orang lain. Dia ingin disayang tapi dia tidak mau terlalu menyayangi.
Saat Anak Bebek sedang duduk bengong di tepi sungai, ada seorang pengelana yang juga sedang duduk beristirahat di sana. Pengelana bercerita pengalaman-pengalaman anehnya saat mengunjungi banyak tempat. Anak Bebek lagi-lagi terkagum-kagum, dengan pengelana yang keren. Pengelana mengatakan Anak Bebek sangat manis (mungkin karena itu pengelana jadi terlihat keren di mata Anak Bebek), dia banyak menjumpai bebek-bebek lain di sungai di luar desa, tapi tidak ada yang semanis Anak Bebek. Ugh. Wajah anak bebek bersemu merah. Tapi si Anak Bebek juga menyadari kata “bebek-bebek lain”. Uwaaaah, ternyata ada bebek-bebek lain. Anak Bebek ingin bertemu mereka, ingin mengenal mereka. Anak Bebek ingin pergi. Tapi dia tidak tahu jalan, selama ini dia hanya tahu rute rumah Pak guru – sungai – ladang Petani. Dan lagi Anak Bebek sangat penakut, bagaimana kalau di jalan bertemu dengan anjing? Atau kucing? Bagaimana kalau Anak Bebek kehujanan? Bebek takut.
Anak Bebek masih berpikir, dia berjalan ke ladang Petani, Petani sedang sibuk memanen hasil ladang. Anak Bebek pergi ke restoran Koki, Koki masih sibuk bereksperimen. Anak Bebek pergi ke tempat Pujangga, Pujangga sedang pergi ke luar kota. Anak Bebek pulang ke rumah Pak guru. Nenek sedang memasak kue, sambil bercanda dengan Pak guru. Anak Bebek semakin menyadari dia tidak punya tempat.
Anak Bebek dalam keadaan dilemma, dia ingin pergi, tapi dia takut. Dia ingin tinggal, tapi dia tak sanggup tinggal. Anak Bebek ingin memulai perjalanannya sendiri, dia berharap ada seseorang yang mau menemani perjalanannya, tapi dia menghapuskan keinginan itu. Anak Bebek akan berusaha menjadi lebih kuat. Dia ingin bertemu dengan bebek-bebek lain.
Anak Bebek mulai berjalan…  bukan karena si Bebek sudah menjadi lebih berani, Anak Bebek berjalan dengan langkah-langkah gemetar sambil menengok ke belakang setiap 3 langkah. Si Bebek mulai berjalan bukan karena dia berharap akan menemukan suatu tempat yang membuatnya bahagia. Karena dia tahu Anak Bebek harus mencari kata bahagia di dalam hatinya sendiri. Tapi Anak Bebek berjalan karena dia memerlukan lebih banyak pengalaman untuk dirinya sendiri, karena dalam perjalanan itu dia berharap menjadi lebih kuat, dalam perjalanan dia berusaha tidak takut, dan berharap bertemu dengan seseekor yang akan menemani perjalanannya. Maka Anak Bebek melanjutkan perjalanannya...  


- Cerita ini hanya fiksi, nama-nama tokoh terinspirasi  dari group gila, peristiwa dalam cerita bukan kejadian nyata. -

No comments:

Post a Comment